Presiden SBY kembali merilis album yang berisi lagu-lagu ciptaannya. Dalam album ke-empat bertajuk “Harmoni” ini Presiden menggandeng beberapa penyanyi seperti Afghan, Sandy Sandhoro dan Joy Tobing. Pasca dirilisnya album tersebut pada tanggal 31 Oktober 2011 di Taman Ismail Marzuki kontan menimbulkan berbagai pro dan kontra. Ada beberapa pihak yang mendukung Presiden merilis album kembali, Seorang Profesor bidang Etnomusikologi menganggap keputusan Presiden merilis album lagi membuatnya pantas dijuluki “Pejuang Musik.” Namun tak sedikit juga yang kurang setuju dengan perilisan album Presiden tersebut dan beranggapan rilisan album baru Presiden semacam pertanda bahwa Presiden kehilangan sensitivitasnya sebagai pemimpin Bangsa.
Terkait perilisan album baru Presiden SBY ini, rakyat dibuat semakin bingung mengambil sikap, apakah harus ikut pihak yang pro mendukung atau kontra menolak. Jika diamati dalam pro-kontra Perilisan album baru Presiden ini ada tendensi dan kepentingan tertentu yang bermain didalamnya. Mereka yang pro tentu punya kepentingan atau kedekatan dengan Presiden hingga merasa perlu mendukung Keputusan Beliau merilis album baru. Sedangkan pihak yang kontra terhadap masalah ini, Kita juga harus paham terlebih dahulu apa tendensi Mereka dan adakah ketulusan didalamnya. Sebab pihak yang kontra dan dengan gencar mengkritisi perilisan album baru Presiden adalah Pihak berkepentingan yang tentu memiliki agenda tertentu dalam rangka perannya sebagai oposisi bagi Pemerintah berkuasa. Media-media yang gencar mengangkat masalah ini kebanyakan milik politisi oposisi Pemerintah. Bahkan akun-akun anonim di Twitter yang ramai menggunjingkan Album baru presiden dapatlah dikatakan sebagai akun-akun pengkritisi Pemerintah.
Sementara itu salah satu pihak yang pro dengan Presiden mengatakan bahwa keputusan Presiden merilis album adalah suatu bentuk kesenian, jangan dikaitkan dengan politik. Pernyataan yang menggelikan tentu mengingat peran Presiden yang juga sebagai seorang Politisi. Seperti telah disebutkan diatas bahwa mau tak mau keputusan presiden merilis album kembali, terlepas dari niat Beliau berkesenian, tetap akan menyenggol ranah politik sesuai dengan jabatan Beliau sebagai Presiden dan politisi partai berkuasa. Tetap akan ada pihak-pihak yang mempolitisasi Album Harmoni Presiden ini, sebab jika pihak yang pro dengan album baru Presiden ini tetap ngotot dengan pernyataan “Jangan campur tindakan kesenian Presiden dengan politik.” Barangkali Presiden harus menjadi salah satunya antara menjadi Presiden atau Seniman, agar keduanya tidak bercampur?
Lalu bagaimana dengan nasib rakyat biasa? Jangan sampai Kita ikut terombang-ambing dalam pro-kontra album baru presiden. Jangan sampai terseret pembentukan opini dari pihak yang pro maupun kontra dengan album baru Presiden. Ada baiknya Kita memandang hal ini dengan kacamata rakyat biasa, yang membutuhkan Presiden yang benar-benar bermaksud menciptakan harmoni berkebangsaan (bukan dalam sebentuk judul album). Pemilihan paradigma rakyat biasa ini tepat, sebab rakyat biasa bukanlah Kroni yang harus selalu pro dengan Pemerintah, juga bukan Oposisi yang harus selalu kontra dengan pemerintah demi agenda politis. Rakyat biasa hanyalah rakyat Indonesia yang butuh kondisi Negara yang lebih baik dan Pemerintah (Presiden) yang lebih berpihak pada Mereka. Tidak butuh pro-kontra maupun sebentuk album musik Presiden yang mengkoarkan Harmoni dan kedamaian, konon rakyat biasa lebih butuh harmoni dan kedamaian nyata itu di Indonesia.
Aris Setyawan.
Yogyakarta, 15 November 2011.
Keren opininya. Musisi terjebak antara integritas dan profesionalisme
Lagu yang melankolis dan mendayu-dayu, hanya melunturkan semangat patriotisme & nasionalisme generasi muda…koq saya tidak yakin dia membuat lagu sendiri, bisa jadi suruhan kpd orang lain kemudian diakui cintaannya. Siapa berani menolak kalau kakinya diinjak dan ditodong pistol paswalpres…
Semoga saya salah.
Presiden itu musisi atau politisi?