Ketika Kata sudah tak sanggup menyampaikan makna yang dianggap terlampau transenden, maka singkirkan kata yang berbelit dan banyak itu agar dapat pahami transendensi tersebut lebih baik. Kiranya demikianlah cara menjelaskan musik Bottlesmoker yang tanpa lirik dan hanya berupa alunan musik elektronik belaka. Buang pakem mendengarkan musik sambil bersenandung lirik, goyangkan kepala, serta nikmati imajinasi yang timbul karena dipicu nada-nada elektronik karya Nobbie dan Angkuy, maka Anda akan segera mengamini pernyataan diatas, bahwa dengan mendengar musik yang tanpa lirik, konsentrasi Anda hanya akan terfokus pada musik yang lantas membuat imajinasi Anda makin menyenangkan.
Entah Saya yang sok tahu atau memang kebanyakan pendengar akan setuju bahwa album terbaru duo elektronik ini bisa dibilang malih rupa dari musik “electronic with toys instruments” persis dua album pendahulunya “Before Circus Over” dan “Slow Mo Smile” yang masih didominasi keriangan nada instrumen mainan menjadi “electronic Post-rock.” Aliran musik yang Saya reka sendiri gabungan dari kata Electronic dan Post-rock. Dengan pemberian titel album “Let’s Die Together In 2012” menandakan Bottlesmoker sudah semakin matang dalam membuat konsep album, judul album yang pasti akan banyak jadi pembicaraan para pecinta teori konspirasi di Kaskus karena seolah berupa ajakan untuk bersama-sama menyambut maut di tahun 2012, layaknya Kurt Cobain yang berteriak lantang “I Hate Myself And I Want To Die.” Kemudian jadi bahan pembahasan lalu dituduh sesat disebuah buku Agama yang sempat Saya baca. Tentu rekaan para penggemar konspirasi itu dapat Kita mentahkan. ayolah, Kita lebih cerdas dari itu, dan rasanya tak akan memutuskan mati bersama-sama pada tahun 2012 hanya karena telah mendengar album ini layaknya tidak akan menceburkan diri ke sumur hanya karena sang pacar berkata “Ayo terjun ke sumur bersama-sama.”. Jadi acuhkan saja teori-teori basi konspirasi Illuminati dan komentar Pertamax Kalian, lalu berimajinasilah lebih kreatif dengan mendengar Let’s Die Together In 2012. Menurut Saya album ini adalah sebuah distopia, itulah kenapa Saya dengan sok tahunya mentasbihkan Let’s Die sebagai Post-rock, sebuah aliran musik tanpa lirik yang biasanya bercerita tentang distopia dan reka-reka kondisi dunia yang Kita diami di masa yang akan datang. Namun Bottlesmoker tidak lepas dari pakem Mereka sebagai grup musik elektronik dan malah menggabungkan keduanya. Jadilah musik Mereka bertransformasi jadi orkestra elektronik bernuansa Post-rock.
Sudahkah Anda menonton film 2012 yang fenomenal dan kontroversial itu? Baiklah, visualisasi kehancuran dunia di film itu memang mengerikan, tapi tak salah juga bila Kita berimajinasi dunia Kita hancur, agar Kita sadar bahwa Dunia yang Kita tinggali memang tak abadi. Baiklah, seraya mendengarkan album Let’s Die nya Bottlesmoker ini mari Kita mulai imajinasi dengan beranggapan Kita hidup di tahun 2012. Track pertama bertitel “Up the Creek Without a Paddle” membuka imajinasi Kita tentang alam dan kehidupan tahun 2012 dengan nuansa ambience yang mengalun sepanjang 8 menit 15 detik. Setelah mendapat gambaran seperti apa Kondisi dunia setahun yang akan datang, lantas Kita mulai menjalani kehidupan sehari-hari persis direpresentasikan “Diminished (more less)” yang bermelodi Catchy dan penuh sampling-sampling rumit. Penegasan bahwa Let’s Die adalah distopia ala Post-rock makin kental di lagu berjudul aneh “(((((ox)))))” yang awalnya mengagetkan dengan melodi mirip instrumen Saron dari Gamelan Jawa, lalu dibelakangnya menurut Saya kental atmosfer Post-rock ala Explosions In The Sky. Trek ke selanjutnya “Bubble Butterflies” dan “Ageratum Conyzoides” adalah pengingat bahwa Mereka masih menyisakan rasa toys dengan adanya beat yang banyak disematkani pada lagu-lagu album Slow Mo Smile. Imajinasi Kita yang sudah agak meninggi tentang kondisi dunia 2012 diajak menurun dan melamun lagi pada “303” yang kembali bernuansa Ambience. Rasa Triphop dan Avant-Garde dalam“Like Ali Said in Munich” menandakan datangnya titik bifurkasi dimana perubahan kondisi dunia mulai terjadi dari kehidupan yang nyaman menuju suram, gelap, putus asa. Dapatkah Kita simpulkan inilah saat dimana kehancuran dunia telah tiba? Lalu Kita terpaksa hidup di pesawat luar angkasa yang futuristik seperti dijelaskan “West Dander” nan berinfluence elektronik futuristik Telefon Tel Aviv. Sebuah jembatan dinamis bertitel “Goof Off” makin menguatkan rasa futuristik dan perasaan tinggal di pesawat luar angkasa, ditambah lagi sampling percakapan aneh pada “Lo-fi-history-steeped” beserta “Frogner” dan ditutup trek lebih futuristik lagi yang judulnya sama dengan nama Mata kuliah yang paling dibenci teman Saya mahasiswa Disain Komunikasi Visual yaitu “Typography” akhirnya mengetuk betok kepala Kita dengan kenyataan “ya Tuhan, Dunia memang sudah hancur dan Kita manusia kini tinggal di pesawat luar angkasa.”
Dengan musik yang lebih berisik ketimbang album pendahulunya, konsep matang berupa ramalan kondisi dunia tahun 2012, rasanya album baru ini akan membuat nama duo Bottlesmoker makin diperhitungkan. Sebagai grup yang mendekonstruksi konsep bikin musik elektronik harus mahal dengan cara membuat musik murah meriah namun tidak murahan, serta pemberi tawaran cara baru menikmati musik tanpa lirik. Jangan jadi paranoid hanya karena judul terkesan provokatif, justru cobalah apresiasi Let’s Die Together In 2012 dengan imajinasi kreatif agar Kita mampu sadari betapa berharganya dunia yang Kita tinggali dan harus Kita jaga serta lestarikan agar setahun yang akan datang Kita tidak harus mati bersama karena hancurnya dunia. Semoga kata pengantar dan interpretasi sok tahu Saya ini bisa jadi mengajak Anda semua mendengarkan Let’s Die Together In 2012 namun tak lantas memutuskan mati bersama-sama di tahun tersebut.
ARIS SETYAWAN
Yogyakarta, 27 Mei 2011
( created and sent from my friend’s computer. For more word and shit log on to http://www.kompasiana.com/arissetyawan )