Cerpen: Dalang Dan Penari

Aku adalah penari, sementara kekasihku Dalang. Kami saling mencintai. itu saja sebenarnya cukup kan? tak perlu jadi perdebatan panjang benar atau salah, hitam atau putih. karena sejak kapan cinta harus diperdebatkan? bukankah cinta itu ya cinta, biarkan saja apa adanya tanpa perlu menjadi kontradiksi. layaknya Kita yang jalani saja hidup ini tanpa perlu mempertanyakan kenapa Kita harus hidup. Namun agaknya percintaanku dengan Dalang pujaan hatiku memang tak mampu jadi biasa saja. Aku sang perempuan penari mencintai Dia sang Lelaki Dalang. namun Cinta kami terhalang tembok besar bernama kasta. bukankah harusnya cinta tak mengenal kasta? namun Aku dan Dia nyatanya tak mampu bersama karena sebuah pengkastaan derajat manusia. Lelakiku sebagai dalang dianggap berkasta lebih tinggi, berbudi luhur, sopan, terhormat. karena Dia adalah Dalang, pengendali wayang, orang yang bertanggung jawab mengatur laku boneka bayangan itu dan menyampaikan filsafat hidup pada penontonnya. Berbeda dengan berbagai jenis kesenian tradisional lainnya, pagelaran wayang lebih banyak menyampaikan pesan rohaniah daripada pesan lahiriah. karenanya Lelakiku itu terus mendapat stigma terhormat, tanpa cela. sementara Aku sebagai seorang penari dianggap lebih menyampaikan pesan badaniah dengan keluwesan gerakan tubuh. walau berada dalam tataran seni yang sama, Aku dianggap liar, vulgar dan binal karena apa yang kupertontonkan adalah keluwesan tubuh. Aku memang selalu dianggap lebih rendah dari sang Dalang. benar kan, kisah percintaanku dengan lelakiku sang Dalang Wayang kok rumit begini dan harus jadi perdebatan. nyaris jadi paradoks. padahal Aku mau semua orang tahu bahwa adanya afeksi antara Aku dan Lelakiku tak perlu jadi problema semua orang. Mereka cukup tahu bahwa Aku mencintai Lelakiku sang Dalang, Dan Dia mencintai Aku sang penari. cukup.

 

kisah ini sudah bermula berabad yang lalu. ketika raja feodal berkuasa, kasta adalah hal nyata kala itu dimana yang berkuasa para bangsawan dibolehkan membunuh sudra rendahan. Dalang sebagai penghibur unggulan mendapat masa jaya kala itu, menjadi tokoh sentral hiburan. penari juga dibutuhkan sebagai penghibur namun dalam konteks yang berbeda. jadilah kala itu ada sebuah jurang kasta pemisah yang teramat dalam antara Dalang dan Penari. itu dulu, ketika Raja berkuasa dan monarki adalah sistem pemerintahannya. sementara kini yang dibilang zaman modern kenapa kasta masih berkuasa. zaman dimana Kita sudah mampu terbang ke bulan, berkomunikasi antar sesama manusia seluruh dunia lewat jaringan kabel yang melingkupinya. dan kasta masih ada. masyarakat masih membuat sebuah aturan tidak tertulis yang mengatakan Aku sebagai penari tak boleh bercinta dengan dalang, malah jangan-jangan Aku sendiri dan kekasihku yang membuatnya rumit? aku dan lelakiku yang merasa perlu mepertahankan pengkastaan ini hingga Kami secara tidak sadar merasa tak berhak saling mencintai satu sama lain hanya karena Aku penari dan Dia dalang. lalu bagaimana ini? Aku hanya mau bersamanya, tak berlebihan bukan? karena toh semua manusia menginginkan seseorang untuk dicintai dan mencintai. lalu apa yang harus kulakukan untuk mendobrak norma? apa yang kiranya dapat kuperbuat untuk merombak teori pengkastaan umat manusia ini. manusia yang sejatinya dicipta Tuhan sama, berderajat sama. namun oleh masing-masing manusia pada akhirnya dalam sejarah panjang peradabannya menciptakan pengkastaan ini. dan Aku perempuan yang suka menari ini, juga Lelakiku sang dalang pengendali wayang tak bisa menyatukan perasaan karena kasta. karena kasta.

 

luar biasa bukan kemampuan manusia dalam merendahkan manusia lain. juga kemampuan manusia dalam memperumit sebuah permasalahan yang sebenarnya simpel. perkara cinta saja harus dibuatkan kasta. lalu Aku harus bagaimana? ah, karena terlalu bingung tak tahu harus berbuat apa. biarlah Aku terus menari saja, sementara lelakiku sang Dalang terus berkutat diantara peperangan Pandawa dan Kurawa. toh rupanya aku baru sadar segala kisah percintaan ini, atau apapun didunia sudah diatur sang Maha Dalang, Maha pengatur yang mendalangi segala. termasuk Aku dan Sang Lelaki Dalang. Aku tak mau mendobrak kasta, juga Dia. biarkan saja Cinta ini mengalir apa adanya, persetan kata Mereka. Aku menari, Lelakiku mendalangi wayang. dan Kami saling mencintai.

 

 

SELESAI

 

( Catatan untuk kawanku. teruskan perjuanganmu mengejar cinta sang penari. karena Kamu harus percaya cinta tak mengenal kasta dan batasan norma, apalagi logika. cinta ya cinta, jadi jalani saja )

 

ARIS SETYAWAN

 

Yogyakarta, 29 September 2010

 

( Created and sent from my friend’s PC. for more word and shit log on tohttp://www.arisgrungies.multiply.com/ )

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.