Aku bisa berkata seandainya. Banyak andai yang bisa kukhayalkan. Andai Aku punya pacar supermodel; andai aku punya kekayaan yang melimpah ruah; andai Aku dianugerahi kemampuan berpikir yang luar biasa, sehingga Aku bisa jadi The next -Einstein dan memenangkan nobel fisika. Takkan ada batasnya bila kujelajah seluruh semesta andai ini.
Tentu saja andai yang kukhayalkan nyaris sama. Segala hal yang kuandai-andaikan adalah hal-hal termuluk yang selalu di impikan tiap-tiap manusia. Walau pada kenyataannya Aku juga menyadari bahwasannya Aku tak ada sedikitpun kemampuan untuk mewujudkan segala perandaianku. Tapi Aku tetap saja terbuai dan terus saja menambahkan genre-genre baru dalam alam andaiku. Dan semuanya dari segi enaknya saja yang kuandaikan. Jarang Aku membayangkan bagaimana jadinya kalau Aku benar-benar punya pacar supermodel top. Apakah ia benar-benar cinta Aku, yang Cuma seorang ABG yang bahkan tak punya reputasi dan dipandang sebelah mata. Jarang Aku membayangkan bahwa untuk bertemu sebentar saja bakalan susah karena ia sibuk fashion show ke Paris. Atau akankah Aku cemburu bila orang-orang memelototi kaki pacarku yang jenjang ketika ia sedang melenggang di atas catwalk. Tak pernah sekalipun Aku berandai-andai sampai pada segi terdetail seperti itu. Selalu saja sama, ketika andai sudah sampai pada titik termuluk, Aku berhenti.
Seperti manusia kebanyakan, Aku juga mempunyai tujuan hidup yang sama dan spesifik : kekayaan. Kalau Aku sudah mengkhayalkan genre ini, waktu seperti terhenti saja. Karena cukup berawal dari satu kalimat pendek : andai Aku jadi orang kaya. Dan waktupun mulai terhenti, efek beruntun dimulai. Andai Aku jadi orang kaya, Aku bisa beli apa saja yang kumau. Bisa jalan-jalan keliling dunia, bisa bangun siang soalnya enggak perlu kerja. Bisa punya banyak cewek, bisa bla..bla..bla. dan marilah bersama-sama kita lihat dari perspektif yang berlawanan. Dengan kekayaan yang melimpah ruah, bisakah Aku tertidur nyenyak. Baru hendak telelap sejenak, paranoid menyergap. Waduh jangan-jangan ada maling lompat pagar. Waduh gimana dengan Rumahku yang di desa itu ya? Kalau didobrak orang gimana. Waduh uangku di bank, kalau di bobol Hacker gimana. Jarang Aku memikirkan kegalauan jiwaku nanti kalau memang Aku jadi orang kaya. Yang terus memikirkan rupiah dan rupiah.
Tulisan inipun jangan-jangan hanya andai-andaiku saja? Semua jajaran kata-kata yang ditulis ini, jangan-jangan hanyalah sebuah andai-andai dari seorang yang sedang tenggelam dalam dunia khayalnya? Setelah kedua andai-andai tadi kita kupas bersama-sama, Aku jadi berpikir. Apa yang ketiga perlu dibahas? Tapi nanggung, kita bahas saja sekalian. Kalau yang ini benar-benar luar biasa muluk. Berandai-andai menjadi generasi berikutnya dari manusia super jenius Albert Einstein. Padahal IQ-ku jongkok dan meskipun sudah puluhan malah mungkin ratusan kali Aku membaca teori relativitas, tetap saja Aku tak mengerti. Kalau Aku mau jadi kayak Einstein, apa Aku kuat tidur 4 jam sehari ; apa Aku rela meninggalkan televisi dan mulai pindah rumah ke perpustakaan. Dan setelah kita bahas perandai-andaian yang terakhir, Aku jadi tersadarkan.
Satu andai bercabang jadi seribu. Jadi kesimpulan dari semua adalah sebagai berikut : andai saja Aku jadi seorang analis dan bisa membuat sebuah kesimpulan dan juga sebuah solusi yang tepat bagi berbagai macam masalah perandaian diatas. Seandainya tak ada yang namanya status social.
Semua memang perlu diandaikan. Kita perlu sebuah kata andai sebagai pembakar semangat kita dalam berjuang. Agar kita punya tujuan hidup. Bahkan seorang manusia yang sekarang telah benar benar jadi manusia yang sukses pun dulunya hanya berandai-andai. Tetapi manusia itu terus memacu jiwa dan raganya agar bisa segera mewujudkan perandaiannya tersebut. Dan kita memang harus punya mimpi dan khayalan, tapi jangan terlalu tinggi dan terlalu muluk. Karena seandainya kita tak punya parasut, kita akan terjatuh dan terjun bebas dari langit tertinggi kemulukan itu.
Dan akhirnya tulisan ini diakhiri dengan satu perandaian lagi : andai saja tulisan ini bisa menjadi sebuah inspirasi bagi yang membaca untuk segera mewujudkan perandaian yang dikhayalkannya….
***
SELESAI
Baradatu, Way kanan, 20 mei 2006